Senin, 10 Desember 2012

Pengenalan SIG

                                                          SISTEM INFORMASI GEOGRAFI


1. Definisi Sistem Informasi Geografi

Istilah Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan terjemahan bebas dari Geographic Informasion System (GIS) yang diartikan sebagai suatu sistem pengolahan data berbatis komputer yang mempunyai kemampuan untuk mengelola, menganalisis, pemodelan dan menyajikan data spatial dan a-spatial (tabular/tekstual), yang mengacu pada lokasi di muka bumi (georeferenced data). Proses pengolahan dilakukan dengan menerapkan kaidah-kaidah relational database yang mampu memadukan data geografis (elemen peta) dan informasi terkait secara simultan.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pada dasarnya SIG terdiri atas perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) yang dapat dimanfaatkan untuk (Aronof, 1989):

·   menyimpan dan mengelola data geografis dengan efisien,
·   mengolah dan menyajikan data geografis, dan
·   dapat dengan efektif melakukan penelusuran databate geografis untuk keperluan analisis ataupun tampilan.

Dengan demikian, SIG tidak hanya berfungsi untuk memindahkan/ mentransformasikan peta konvensional (analog) ke bentuk digital (digital map), tetapi lebih jauh lagi sistem ini mampu untuk mengolah dan menganalisis data yang mengacu pada lokasi geografis menjadi informasi berharga. Oleh karena itu, SIG dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan dalam menganalisis data spatial secara terpadu (multiple data), baik untuk perencanaan maupun untuk pengambilan kepututan.

Dari definisi di atas dapat ditimpulkan, bahwa SIG memiliki dua jenis database (Gambar 2.1). Jenis database pertama berfungsi untuk mengelola elemen-elemen gambar dari suatu peta, disebut sebagai database grafis (database spatial). Jenis database kedua berfungsi untuk mengelola informasi atau deskripsi dari setiap elemen yang ada pada database grafis, disebut sebagai database teks (database a-spatial). Pada SIG, database teks ini juga dikenal sebagai file atribut



1.2 Database SIG


Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa suatu SIG memiliki dua jenis databate, yaitu: database grafis dan database teks. Database grafis pada dasarnya berupa lokasi, bentuk dan dimensi spatial dari elemen peta (objek yang terdapat pada peta) yang pada umumnya terdiri atas tiga macam elemen, yaitu:

·   Titik; seperti lokasi kota, lokasi pemboran atau fenomena lainnya,
·   Garis; seperti jalan, sungai, patahan, dll,
·   Poligon; seperti batas wilayah pertambangan, batas litologi, dll.






Gambar 1.1. Pembentukan dan Pemakaian Database SIG

Setiap elemen peta (objek) dihubungkan (link) dengan database teks, yang merekam informasi atau atribut dari setiap elemen peta, melalui suatu kunci (key atau index) yang unik untuk memudahkan penelusurannya (Gambar 2.2). Dalam implementasinya, database ini disusun ke dalam format berbentuk tabel. Setiap baris dalam tabel tersebut merupakan atribut dari masing-masing elemen peta. Melalui fasilitas RDBMS (relational database management system) yang balk, tabel tersebut dapat pula dihubungkan dengan tabel-tabel atau database lainnya yang berisi informasi lebih rinci dari masing-masing elemen peta.

Untuk kemudahan proses, data yang direkam ke dalam SIG biasanya diatur atas beberapa layer. Setiap layer berisi data sejenis, baik menurut tipe objek atau kelompok tema, yang diregistrasi dengan menggunakan sistem koordinat yang sama (Gambar 2.3). Disamping itu penyusunan data peta ke dalam layer-layer dimaksudkan untuk:

-         Menyederhanakan pengorganisatian data spatial,
-         Meminimalkan jumlah atribut untuk setiap layer, karena hanya terdiri atas satu tipe objek atau satu tema, dan
-         Memudahkan dalam peremajaan dan pemeliharaan data spatial.


Gambar 1.2. Sistematika Pembentukan Database SIG







Pada prinsipnya data spatial memiliki empat kelompok informasi yang mendiskripsi kenampakan geografis suatu objek (Garner, 1991), yaitu:

1.         Posisi geografis; menyatakan posisi suatu objek di muka bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat lintang/bujur atau sistem UTM.
2.         Atribut; menjelaskan informasi apa yang terdapat pada objek tersebut, teperti: litologi, jenis soil, peruntukan lahan dan sebagainya. Atribut ini tering memiliki informasi tambahan, misalnya: litologi, informasi tambahannya antara lain berupa jenis litologi, lingkungan pengendapan dan umur.
3.         Hubungan spasial; menyatakan hubungan antara suatu objek dengan objek lainnya. Contoh sederhana dari hubungan spatial adalah jarak antara lokasi penambangan dengan lokasi-lokasi pemasaran. Saat ini, kelompok informasi ini hampir tidak pernah direkam lagi (kecuali yang bertifat khusus), karena paket program SIG umumnya telah menyediakan fungsi-fungsi analisis spatial.
4.         Waktu; merupakan kelompok informasi yang perlu mendapat perhatian, terutama dalam pengelolaan data yang sangat dipengaruhi oleh waktu. Sebagai contoh dalam pengelolaan data kegiatan penambangan, mulut tambang akan berubah dari waktu ke waktu, atau dalam pemantauan lingkungan.


1.3 Solusi yang Dijanjikan oleh SIG

Berdasarkan informasi spatial yang direkam, sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, maka toluti yang dapat diteletaikan dengan menggunakan teknologi SIG antara lain adalah:

1.     Lokasi: - ada apa di lokasi tertentu ? (What is at ...2)
     Mencari apa yang terdapat pada lokasi tertentu. Lokasi dapat dijelaskan dengan menggunakan banyak cara, antara lain menggunakan: nama wilayah atau koordinat geografi (lintang/bujur atau UTM).
2.     Kondisi: - di mana lokasi suatu (Where is it ?)
      Pertanyaan ini dapat diajukan melalui SIG jika pengguna akan mencari lokasi suatu objek dengan kriteria tertentu. Untuk menjawab pertanyaan ini, pengguna sudah mulai memanfaatkan fungsi-fungsi analisis spatial yang tersedia di dalam SIG. Sebagai contoh adalah mencari lokasi batu yang mempunyai cadangan minimal 1000 m3, tidak berada pada kawasan hutan lindung dan berjarak maktimal 1 km dari jalan raya.
3.     Trend: - apa yang telah berubah tejak (What has changed since ...?)
Pertanyaan ini melibatkan dua pertanyaan sebelumnya (lokasi dan kondisi) dan dilakukan jika akan mengetahui perubahan yang terjadi pada suatu lokasi menurut selang waktu tertentu.
4.     Pola: - apakah ada hubungan spatial tertentu .... (What spatial pattern exist ?) Pertanyaan ini lebih komplek dari pertanyaan-pertanyaan sebelumnya. Biatanya digunakan untuk melihat apakah ada pola-pola tertentu mengenai keberadaan atau penyimpangan (anomali) suatu tubjek. Sebagai iluttrati, dalam ektplorati geologi, ring structure seringkali digunakan sebagai indikati awal keberadaan cebakan emat epitermal. Dalam hal ini ring structure merupakan pola, tedangkan cebakan emat epitermal adalah subjeknya.
5.     Pemodelan: - bagaimana jika ........ ? (What if ......... ?)
      Data spatial yang telah disimpan dalam SIG dapat diolah atau dianalisis dengan menggunakan berbagai fungsi yang tersedia di dalam paket program SIG (aritmatik, matematik atau boolean), sehingga pengguna dapat memperoleh informasi baru. Metoda pemodelan yang umum dilakukan adalah metoda tumpang susun (overlay method) terhadap beberapa peta tematik berdasarkan konseptual model bidang keilmuan tertentu.





1.4. Manfaat Lain Penerapan SIG

Sebagaimana halnya dengan aplikasi komputer pada umumnya, perekaman data spatial dalam bentuk digital yang seragam (mempunyai referensi geografis yang baku) dengan menggunakan SIG memberikan manfaat lain atau berbagai kemudahan kepada pengguna. Kemudahan-kemudahan tersebut antara lain dalam hal: variasi, efisiensi dan peremajaan peta.


1.4.1 Variasi

Penyimpanan data secara digital memungkinkan untuk menyajikan peta dalam bebagai bentuk (warna, jenis garis dan huruf) dan ukuran (tkala). Di samping itu, reproduksi peta untuk tema dan skala yang berbeda dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat.

1.4.2. Efisiensi

Data spatial yang telah direkam ke dalam SIG dapat digunakan oleh para pengguna dari berbagai disiplin yang berbeda dan untuk keperluan yang berbeda, sehingga biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk membangun database spatial dapat ditekan seefisien mungkin.

1.4.3. Peremajaan Peta

Dibanding cara manual, waktu yang diperlukan untuk meremajakan atau memperbarui peta dapat dipersingkat. Berkat data digital peremajaan peta tidak perlu dilakukan secara menyeluruh, hanya pada bagian-bagian yang mengalami perubahan tajam yang diremajakan atau dimodifikasi. Hal ini memungkinkan untuk mempertahankan isi peta dalam keadaan mutakhir (up-to-date) secara cepat dan akurat.


1.5. Komponen SIG

Secara umum, suatu SIG terdiri atas tiga komponen utama, yaitu: perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan pertonel (brainware), yang satu sama lainnya saling berinteraksi (Gambar 1.5).








Gambar 1.5 Komponen Sig


1.5.1. Perangkat Keras (Hardware) SIG

Konfigurati perangkat keras yang diperlukan untuk aplikasi SIG sedikit berbeda dengan aplikasi komputer pada umumnya. Hal ini dapat dimengerti karena aplikasi SIG menangani data yang berbeda bentuknya dari aplikasi umum, baik bentuk data masukan (input) maupun keluarannya (output). Di samping itu, ketelitian perangkat keras yang digunakan akan berpengaruh kepada produk akhir.

Secara umum perangkat keras SIG terdiri atas empat unit utama, yaitu:
·           Komputer: CPU (central processing unit) dan memory;
·           Media penyimpanan data: hard disk, diskette drive dan CD-ROM;
·           Media perekaman data: keyboard, mouse, digitizer dan scanner,
·           Media penampilan data: VDU (visual display unit), printer dan plotter.

Untuk mendapatkan gambar yang halus dibutuhkan perangkat komputer grafik yang beresolusi tinggi.

 



1.5.2. Perangkat Lunak (Software) SIG




Perangkat lunak SIG umumnya terdiri atas empat modul utama. Modul-modul tersebut merupakan subsistem yang terintegrasi di dalam suatu paket program SIG (Gambar 2.6), dan berfungsi untuk:

·          Data input dan verifikasi,
·          Penyimpanan dan database management,
·          Data output dan presentasi, dan
·          Transformasi dan manipulasi data.

   
 1.5.3. Personel (Brainware) SIG


Untuk menangani perangkat lunak yang canggih dan perangkat keras yang khusus, diperlukan komponen ketiga yang tidak kalah pentingnya, yaitu pertonel (brainware) yang terlatih sebagai pengelola SIG. Di tamping itu, pertonel tersebut akan bertindak sebagai tuperviti dalam menyeletaikan problem yang dapat/akan diteletaikan dengan menggunakan SIG. Hal ini berarti personel SIG harus terampil dalam menangani matalah teknit SIG, mempunyai pengetahuan yang memadai dalam menyeletaikan matalah yang berhubungan dengan analisis spatial dan pemodelan, serta memahami penggunaan fungsi-fungsi analisis SIG.

Agar suatu SIG dapat beroperasi secara efektif, maka perlu ditangani secara profetional melalui suatu organitasi/unit khusus, sebagaimana layaknya organisasi pada pusat pengolahan data (data centre).




                                                                              ******

2. MODEL DATA SPASIAL

Pada kenyataannya, bumi (real world) mempunyai bentuk yang sangat kompleks untuk digambarkan. Oleh karena itu, para ahli geografi mengembangkan berbagai model data spasial agar kita dapat membayangkan dan memahami bentuk bumi, yang merupakan abstraksi atau penyederhanaan dari bentuk atlinya. Sebagai contoh, bola dunia (globe) atau peta dunia merupakan model data spatial dari bumi, yang menggambarkan bentuk dan situasi roman muka bumi secara umum. Dengan demikian, model data spatial merupakan repretentati dari keadaan dunia nyata secara geografis. Tingkat ketelitian dari abttrakti atau penyederhanaan tersebut dinyatakan dalam tkala, yang ditetuaikan dengan tingkat kebutuhannya. Makin besar tkala yang digunakan, makin teliti data yang direkam.

Peuquet (1984) membagi 3 tahapan dalam pembentukan data spatial (Gambar 3.1), yaitu:
·               Realita,
·               Model data, dan
·               Struktur data.

Realita merupakan keadaan sebenarnya dari dunia nyata atau bumi, termasuk seluruh aspek yang terkandung di dalamnya, baik yang dapat dilihat maupun yang tidak dapat dilihat.

Model data merupakan abttrakti atau penyederhanaan dari keadaan sebenarnya yang dapat dibayangkan oleh manutia. Dalam SIG, model data merupakan iluttrati kenampakan geografis dari suatu obyek. Pada beberapa literatur model data dsebut juga conceptual model.

Struktur data dsebut juga logical model, merupakan teknik perekaman data spatial ke dalam media komputer, agar penyimpanan data menjadi efisien serta memudahkan dalam pemrotetannya.

Dari keterangan di atas dapat dilihat adanya perbedaan mengenai pengertian dari ketiga terminologi tersebut.

Untuk lebih memahami berbagai fungsi dan kemampuan yang tertedia di dalam suatu SIG pada bab ini akan dibahas mengenai berbagai model data spatial termasuk keunggulan dan kelemahan dari setiap data model. Dan pemahaman ini diharapkan para pengguna SIG dapat menentukan kapan menggunakan suatu model data spatial tertentu.

Pada SIG, repretentati dari dunia nyata atau lebih dikenal dengan tebutan model data spasial dilakukan dengan dua cars (Aronoff, 1984), yaitu:

Pada model data vektor, objek ditajikan sebagai: titik, tegmen-tegmen garis atau poligon. Sedangkan pada model data raster temua objek ditajikan dalam bentuk tel­sel matrikt yang dsebut pixels. Sebagai iluttrati, perbedaan dari kedua model data spatial ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.






Gambar 2.2. Model Data Spasial (Aronoff, 1989)


  Model Data Vektor

Model data vektor merupakan cara yang umum dilakukan dalam menyajikan data spatial. Pada model data ini, kenampakan geografis atau objek-objek yang dapat dipetakan ditajikan dengan tiga cara, yaitu: titik, garis clan poligon. Cara ini tama dengan cara yang telah dilakukan oleh para ahli geodeti atau turveyor tejak berabad­abad lamanya dalam pembuatan peta secara manual.


Potisi setiap objek dinyatakan dalam sistem koordinat geografis, balk menggunakan sistem bujur/lintang atau sistem Universal Transver Mercator (UTM). Suatu titik dinyatakan dalam koordinat tunggal (x,y), garis dinyatakan dalam rangkaian (string) koordinat (x1,yi; x2,y2       xn,yn) dan poligon dinyatakan dalam rangkaian koordinat tertutup (closed string) yang menggambarkan batas atau areal suatu objek (Gambar 3.3).
Dilihat dari cara pengabttraktiannya, model data vektor sangat tetuai digunakan pada aplikasi yang membutuhkan ketelitian, teperti: sistem kadattral, batas daerah adminittrati, batas wilayah pertambangan, dll.

Berbagai jenis ttruktur data telah dikembangkan untuk merekam model data vektor,
teperti: Arc-Node, Dual Independent Map Encoding (DIME) dan Digital Line Graph
(DLG). Di tamping itu, hampir setiap vendor mengembangkan ttruktur data untuk merekam model data vektor secara tendiri-tendiri. Tujuannya adalah agar data yang direkam menjadi teefisien mungkin, balk dalam proses maupun dalam penyimpanannya. Namun demikian, untuk memudahkan para pengguna dan agar suatu data dapat digunakan pada berbagai perangkat lunak SIG, maka pada umumnya setiap perangkat lunak SIG menyediakan fatilitat untuk mengektpor data dalam ttruktur data yang telah ditepakati bertama, yaitu DXF (digital exchange format).

  
Gambar 2.3. Model Data Vektor (Aronoff, 1989)




2.1.  Model Data Raster
 Pada model data raster, fenomena alam atau objek yang dapat dipetakan ditajikan dalam bentuk array atau matrikt dengan jalan membagi suatu daerah ke dalam grid­grid tet yang teratur. Umumnya dalam bentuk pertegi empat tama titi. Posisi setiap objek dinyatakan secara kolom dan barit, tedangkan posisi geografisnya ditentukan berdatarkan ukuran grid tel dan posisi relatif dari batas peta (biatanya koordinat pojok kiri bawah peta atau pojok kiri atas peta), sehingga setiap tet memiliki koordinat geografis.

Pada model data raster, titik digambarkan pada satu tet, tedangkan garis dan poligon digambarkan dengan cara menghubungkan tet-tet yang sating berdekatan tetuai dengan arah, bentuk dan luatnya. Ketelitian informasi spatial yang direkam pada model data raster sangat tergantung pada dimenti atau ukuran dari grid tet. Semakin kecit ukuran grid set, akan semakin ttnggi keteUtiannya. Demiktan puta sebattknya, temakin besar ukuran grid tet, temakin berkurang ketelitiannya.

Setiap set memitiki informasi atribut dalam bentuk angka yang melambangkan jenis atau tipe objek yang menempatinya (Gambar 3.4). Pada aplikasi tertentu angka-angka tersebut merefteksikan tingkatan (ranking) kemampuan dari suatu objek.


Gambar 2.4. Model Data Raster (Aronoff, 1989)

Secara teknik, perekaman model data raster sangat mudah dilakukan oleh komputer, karena kontepnya tama dengan kontep arrays pada bahata pemprograman, teperti FORTRAN atau BASIC. Oleh karena itu, berbagai metoda analisis dan permodelan spatial dikembangkan dengan model data raster.

Dalam perekaman datanya, model data raster memerlukan tempat (space) yang besar, sehingga untuk penanggulangannya telah dikembangkan berbagai teknik data
compression, teperti: run-length encoding, quadtrees, dll.

Contoh berikut merupakan susunan  data raster:

Row   l                 1111222233
Row  2                3333777700
Row  3                0044444444
Row  4                4555533333

Dengan menggunakan teknik run length encoding data compression, maka susunan  datanya menjadi teperti berikut:

Row   l                 414223
Row  2                434720
Row  3                2084
Row  4                144553


Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa metoda run length encoding membutuhkan tempat lebih kecil (22 data) dibandingkan data raster (40 data), sehingga akan menghemat tempat dalam perekamannya, yaitu ± 45 %.

Gambar 3.5. Struktur Data Quadtree


2.2 Keunggulan dan Kelemahan Model Data Vektor dan Raster

Sebagaimana telah dijelatkan sebelumnya, kedua model data spatial (vektor dan raster) mating-mating mempunyai keunggulan dan kelemahan. Pemilihan kedua model data spatial tersebut dipengaruhi oleh aplikasi yang akan diterapkan oleh pengguna. Namun demikian, dengan temakin meningkatnya perkembangan teknologi komputer yang sangat petat, maka matalah kapasitat penyimpanan data dan kecepatan proses tidak menjadi kendala yang berarti.

Sebagai pedoman, Burrough (1986) memberikan rekomendati dalam pemilihan data model, teperti berikut:

  1. Gunakan model data vektor untuk merekam data spatial yang memerlukan ketelitian yang tinggi, teperti: peta datar, peta pemilikan tanah, peruntukan lahan, dll.
  2. Gunakan model data vektor jika akan melakukan analisis jaringan (network analyses), teperti: jaringan trantportati, jaringan telepon, dll.
  3. Gunakan model data vektor untuk digital terrain models.
  4. Gunakan model data raster jika akan melakukan overlay peta, kombinati peta dan analisis spatial.
  5. Gunakan model data raster jika akan melakukan timulati dan pemodelan spatial.


Secara umum keunggulan dan kelemahan kedua data model tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Keunggulan dan Kelemahan Model Data Vektor dan Raster (Aronoff, 1989)

Keunggulan
Kelemahan
Vektor
Raster
Vektor
Raster
-  Mempunyai struktur data yang kompak dan efisien.
-  Penanganan data topologi sangat efisien, sehingga memudahkan untuk network analysis.
-  Cocok digunakan pada aplikasi yang memerlukan ketelitian

- Mempunyai struktur data yang sederhana
- Mudah dalam melakukan tumpang-tindih (overlay) serta analisis dan permodelan spasial
- Cocok digunakan untuk merekam data yang mempunyai perubahan yang tinggi, seperti data citra, dll.
- Mudah dalam manipulasi dan enhancement data citra.

-     Mempunyai struktur data yang sangat kompleks
-     Manipulasi tumpang tindih (overlay) sukar dilakukan.
-     Tidak cocok untuk menyajikan data yang mempunyai perubahan yang tinggi
-     Tidak bisa melakukan manipulasi dan enhancement data citra.

-  Struktur datanya tidak kompak.
-  Hubungan topologi sukar disajikan.
-  Estetika keluaran kurang baik (berupa kotak-kotak).


Suatu SIG memerlukan data matukan agar dapat berfungsi dan memberikan informasi bagi penggunanya, baik berupa data datar (hasil pengamatan) atau hasil analisis dan pemodelan tpasial. Secara umum data matukan SIG dapat beratal dari tiga sumber, yaitu: lapangan, peta dan citra penginderaan jauh.

·   Data lapangan, beratal dari hasil pengukuran atau pengamatan secara langtung di lapangan, teperti: curah hujan, kualitat air, putat dan kekuatan gempa, geofitika, geokimia, dan sebagainya.

·   Data peta, berupa informasi yang telah direkam baik pada kertas atau film, dikonversikan ke dalam bentuk digital dengan menggunakan digitizer atau scanner.

·   Data citra penginderaan jauh, merupakan data yang beratal dari foto udara, radar atau satelit. Data tersebut sebelum dimasukkan ke dalam SIG memerlukan interpretasi terlebih dahulu. Interpretasi dapat dilakukan secara manual atau dengan menggunakan perangkat lunak yang dirancang khusus, disebut image processing.

Ketiga data tersebut saling mendukung antara satu dengan lainnya, terutama pada analisis dan pemodelan spatial. Data lapangan dapat digunakan untuk membuat peta fisis atau tebaran spatial dengan jalan menginterpolasikan data titik-titik tersebut ke sistem grid atau model raster, sebagaimana yang umum dilakukan dalam pengolahan data geokimia atau geofitika. Sedangkan data penginderaan jauh memerlukan data lapangan untuk Iebih memattikan hasil interpretasi yang telah dilakukan terhadap data tersebut. Jadi, ketiga sumber data ini saling melengkapi dan mendukung, sehingga tidak boleh ada yang diabaikan.

                                                                      ******
3. PERANGKAT LUNAK SIG

Dewata ini telah banyak software house mengembangkan perangkat lunak SIG, baik yang menggunakan model data vektor maupun raster. Sebagai informasi, pada Tabel 5.1 berikut ini akan diberikan beberapa perangkat lunak untuk kedua model data tersebut.

SIG VEKTOR                  
SIG RASTER

    MapInfo
    Arc/Info
    ILWIS
    WinGIS / WinMAP
    dll


    Map Analysis Package
    IDRISI
    SPANS
    ERDAS
    dll


Tabel 3.1. Perangkat Lunak SIG

Pada mulanya beberapa perangkat lunak dikembangkan dengan menggunakan model data vektor. Dewasa ini perangkat lunak tersebut juga mempunyai fasilitas untuk menangani model data raster. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kemampuannya, terutama dalam analisis dan permodelan spatial. Sebagai contoh: Arc/Info yang semula berbatis model data vektor taat ini mempunyai modul yang dsebut GRID (berbatis model data raster), yang khusus dikembangkan untuk analisis dan pemodelan spatial. Untuk itu, Arc/Info menyediakan fatilitat untuk mengkonverti data dari model vektor ke model raster (vector to raster conversion). Hal yang tama juga dilakukan oleh perangkat lunak ILWIS.

Sejak itu secara tidak langtung matyarakat SIG mengakui, bahwa model data raster memang tetuai digunakan untuk analisis dan pemodelan spatial.
                                                                  
                                                                           ****** 

4. PENGEMBANGAN APLIKASI SIG

Penerapan SIG secara operational pada dasarnya tama dengan penerapan teknologi sistem informasi pada umumnya. Perbedaannya terletak pada jenis data dan cara perekaman datanya (peta digital).
Sebagaimana halnya dengan pengembangan suatu sistem informasi, pengembangan aplikasi berbatit SIG juga melalui tahapan-tahapan agar sistem yang dikembangkan tetuai dengan harapan. Setiap tahap dilaktanakan berdatarkan tahapan sebelumnya. Secara umum pengembangan aplikasi berbatit SIG dapat dibagi menjadi lima tahapan, yaitu:

·   Perancangan SIG,
·   Pembangunan SIG,
·   Pembentukan Sistem Operational,
·   Implementati/Analisis/Pemodelan,
·   Penyajian hasil Implementati/Analisis/Pemodelan.
                                                                             ******


4.1. Perancangan SIG

Perancangan SIG merupakan suatu ttudi yang menyeluruh untuk menentukan jenis aplikasi, teknik pendataan, sistem pengolahan dan sistem pelaporan yang akan diterapkan. Studi juga mencakup pemilihan perangkat keras dan perangkat lunak yang akan digunakan. Lancar atau tidaknya pelaktanaan pengembangan suatu aplikasi SIG sangat dipengaruhi oleh kualitat perencanaan ini.

Pada tahap ini, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah menentukan tujuan pengembangan aplikasi SIG. Dalam penentuan tujuan tersebut, beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah:

-        Problem apa yang akan diteletaikan ? Bagaimana penyeletaiannya Apakah bita diteletaikan dengan menggunakan SIG.
-        Bagaimana keluaran (output) yang diinginkan, apakah untuk : laporan, peta kerja atau peta untuk presentasi ?
-        Siapakah tataran pengguna keluaran tersebut : pelaktana teknit, peneliti, perencana, pembuat kepututan atau matyarakat umum.
-        Apakah data akan digunakan untuk aplikasi lainnya ? Jika ada apa kebutuhan tpetifik yang diperlukan ?

Sebagai ilustrati, berikut merupakan contoh penentuan suatu tujuan berdasarkan problem yang dihadapi:

Problem : "Dimana tebaiknya ektplorati suatu bahan galian dilakukan ?"
Tujuan    : Membuat peta yang dapat menggambarkan daerah-daerah potential.
Problem :  "Identifikasi wilayah penambangan".
Tujuan    :  Menghasilkan informasi wilayah yang matih dapat diajukan izin pengelolaannya.

Berdatarkan informasi yang diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan di atas, maka sistem analit atau ahli SIG dapat merancang SIG yang bagaimana yang akan dibangun. Di tamping itu, informasi tersebut juga merupakan datar dalam pemilihan perangkat keras dan perangkat lunak yang akan digunakan.


4.1.1. Pemilihan Peta Dasar

Pemilihan peta datar sangat menentukan, terutama bila akan membangun SIG yang membutuhkan data dari berbagai tumber atau teksor. Pada tahapan ini yang perlu diperhatikan adalah pemilihan tkala peta dan sistem proyekti yang akan digunakan. Hal ini dimaktudkan untuk menjaga kontittenti dan ketelitian data yang akan direkam. Di tamping itu, keteragaman peta datar akan memudahkan verifikati lokasi dan dimenti spatial dari data.


4.1.2. Merancang Database SIG

Pada tahapan ini yang dilakukan adalah menentukan materi/iti database, baik untuk data spatial (elemen peta) maupun data a-spatial (atribut setiap elemen peta), yang akan direkam. Untuk itu, perlu pemahaman tentang: layer data (tema-tema) apa yang diperlukan, objek apa yang terdapat pada setiap layer, atribut apa yang diperlukan untuk setiap objek, dan bagaimana atribut tersebut direkam (kodefikati atau tidak) dan diorganitasi.

Dalam menentukan materi database disarankan untuk berkontultasi dengan pengguna atau pakar dibidang aplikasi yang dikembangkan untuk memastikan semua informasi yang dibutuhkan telah tercakup. Hal ini dikarenakan kelengkapan dan ketelitian data yang direkam akan mempengaruhi kualitas analisis dan produk akhir yang akan dihasilkan. Disamping itu, database yang dirancang secara baik dapat digunakan untuk keperluan yang akan datang.

Walaupun demikian, data yang tersedia (peta analog atau data digital) sangat berperan dalam perancangan. Oleh karenanya sebaiknya dilakukan penelitian pendahuluan terhadap data yang tersedia. Kegiatan yang dilakukan dalam menentukan materi database SIG adalah:

Mengidentifikasi objek geografi dan atributnya,
·   Mengorganitasi layer data,
·   Menentukan atribut,
·   Kodefikati atribut,
·   Mengalokasikan panjang atribut, dan
·   Membuat Kamus data.

a.   Mengidentifikasi objek geografi dan atributnya

Kegiatan pertama dalam menentukan iti databate adalah mengidentifikasi objek geografi yang diperlukan dan atribut yang berkaitan dengan setiap objek. Biatanya hal ini ditentukan secara langtung oleh analisis yang akan dilakukan (parameter apa taja yang dibutuhkan untuk analisis) dan/atau produk peta yang akan dibuat. Kemungkinan terdapat beberapa atribut yang diperlukan untuk setiap objek, berdasarkan kriteria analisis dan/atau peta yang akan dihasilkan.

b.   Mengorganisasi Layer Data

Jika objek yang diperlukan dan atributnya telah diidentifikasi, kegiatan selanjutnya adalah mengelola objek geografi tersebut ke dalam layer data. Umumnya ada dua cara pengorganisasian layer data, yaitu:

u    Menurut tipe objek; objek geografi dikelompokkan dengan jalan memisahkan objek: titik, garis dan poligon ke dalam layer yang berlainan/terpisah. Sebagai contoh lokasi pemboran yang diwakili oleh titik disimpan pada satu layer. Sedangkan jalan yang diwakili oleh garis, disimpan pada layer lainnya. Demikian pula dengan poligon.




o    Menurut kelompok tema; objek geografi diorganisasi secara tematit, yaitu memitahkan objek menurut temanya. Sebagai contoh tungai disimpan pada satu layer, tedangkan jalan pada layer lainnya. Walaupun keduanya merupakan objek garis.


c.   Menentukan atribut

Jika atribut yang diperlukan untuk tiap layer telah ditentukan, maka kegiatan selanjutnya adalah menentukan parameter tpetifik untuk setiap atribut dan tipe data yang disimpan. Pada kegiatan ini akan ditentukan atribut mana yang disimpan sebagai bilangan (numerik) dan atribut mana yang disimpan sebagai karakter. Penentuan atribut pada tahap awal akan memudahkan tugas pelaksana dalam membangun database SIG.

d.   Kodefikasi atribut

Dalam beberapa hal, atribut yang dinyatakan dengan karakter akan lebih baik diwakili dalam bentuk kode. Misalnya, jika atribut menggambarkan kelas, akan lebih mudah dan lebih efisien menyimpan kode kelas dari pada detkripti kelas. Sebagai contoh ttring karakter "tawah tadah hujan" dapat disimpan sebagai kode karakter (mitalnya STH) atau kode numerik (mitalnya 100). Hal ini akan mengurangi ketalahan dalam pengetikan iti atribut, yang akan menimbulkan matalah dalam penyeleksiannya.

Nilai numerik yang mewakili selang akan lebih mudah pengelolaannya jika direkam dalam bentuk kode, terutama dalam penelusurannya. Sebagai contoh areal yang mewakili kelas kemiringan: 0-8%, 9-15%, 16-25%, 26-45% dan di atas 45% dapat dengan mudah ditelusuri apabila dinyatakan dalam bentuk kode 1, 2, 3, 4 dan 5 secara berurutan.

Di samping itu, atribut yang mempunyai nilai berulang akan lebih balk jika diwakili oleh kode, untuk mengurangi ukuran database.

e.   Mengalokasikan panjang atribut

Selain menentukan bagaimana setiap atribut disimpan, juga harut ditentukan jumlah penyimpanan/panjang yang diperlukan untuk setiap atribut. Sebagai contoh berapa banyak karakter yang diperlukan untuk merekam nama jalan. Dalam hal ini biatanya diambil dari nama jalan yang terpanjang.

Pada atribut atau item numerik, tentukan jumlah digit dan jumlah desimal (untuk bilangan desimal) yang diperlukan. Penentuan jumlah digit ini tebaiknya di atas nilai data yang terbesar.

Mengalokasikan panjang atribut akan terasa pengaruhnya jika merekam data dalam jumlah yang banyak. Semakin sedikit space yang diperlukan untuk tiap atribut, semakin kecil volume file yang dihasilkan, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk memproses data tersebut akan lebih cepat.

f.    Membuat kamus data

Kamus data adalah daftar atau tabel yang memuat nama dan detkripti setiap atribut, termatuk detkripti kode-kode dari setiap atribut (jika perlu). Pembuatan Kamus data untuk suatu database merupakan hal yang berharga dalam membangun suatu tittenl. Di tamping untuk dokumentati, Kamus data dapat digunakan sebagai referensi jika akan mentrantfer data ke database atau sistem yang lain. Berikut ini adalah contoh Kamus data dalam bentuk tabel.


Kamus Data Sudut Lereng




Objek
Atribut
Kelas
Deskripsi
Sudut Lereng
Lereng
1
0 - 8 % (datar)


2
9-15% (miring)


3
16-25% (agak terjal)


4
26-45% (terjal)


5
> 45 % (sangat terjal)



4.2. Pembangunan SIG

Pada prinsipnya tahap Pembangunan SIG adalah tahap pembangunan database SIG, berupa database spatial dan database a-spatial. Tahap ini merupakan tahap yang menentukan bagi keberhasilan pengembangan SIG dan merupakan tahap yang paling banyak menyita tenaga, waktu, dan biaya. Pekerjaan yang dilakukan pada tahap ini adalah mengkonverti objek-objek yang terdapat pada peta analog menjadi peta digital, ke dalam format yang tetuai dengan perangkat lunak SIG yang telah ditentukan atau yang akan digunakan.

Secara umum kegiatan yang dilakukan pada pembangunan database SIG adalah sebagai berikut:

·   Memasukkan (inputing) data spasial ke dalam database spasial; kegiatan ini meliputi digitati/scan elemen-elemen peta atau mengkonversi data digital dari sistem lain. Ketelitian pematukan data sangat dituntut agar tidak terjadi talah lokasi dari objek yang direkam.
·   Mendayagunakan data spasial; kegiatan ini meliputi memeriksa dan memperbaiki kesalahan digitati, dilanjutkan dengan membentuk topologi.
·   Memasukkan (inputing) data atribut ke dalam database a-spasial; kegiatan ini meliputi mengetik (key in) data atribut setiap elemen peta ke dalam komputer menurut format yang telah ditetapkan dan menghubungkan (link) data atribut dengan objek spatialnya.

Untuk menghindari kesalahan, pada pelaksanaan digitati diusahakan tedapat mungkin menggunakan peta yang terbaik dan terbaru. Hal ini dianjurkan karena tering terjadi perubahan ukuran (penciutan) jika peta disimpan terlalu lama.


4.3. Pembentukan Sistem Operasional

Pembentukan Sistem Operational merupakan mekanisme  atau tatacara pengoperatian sistem yang dibangun. Hal-hal yang diatur dalam sistem operational adalah sistem/teknik pendataan, pelaporan, peremajaan dan keamanan data. Termatuk di dalamnya Kamus data yang akan memudahkan ttaf pelaktana dalam menangani data.


4.4. Implementasi/Analisis/Pemodelan

Tahap ini merupakan tahap mulai muncul dan diterapkannya fungsi SIG yang sebenarnya. Pekerjaan analisis yang sebelumnya merupakan pekerjaan yang menyita waktu atau sangat sulit jika dilakukan secara manual, dapat dilakukan dengan efisien dengan menggunakan SIG. Analisis dapat dilakukan pada satu layer atau mengkombinasikan beberapa layer guna mendapatkan hubungan data yang baru.

Pada tahap ini, beberapa alternatif pengolahan data dapat diuji dengan merubah parameter atau metoda analisisnya. Lebih jauh, SIG dapat digunakan untuk mengimplementasikan konseptual model dari suatu bidang keilmuan dengan menerapkan fungsi-fungsi yang tersedia pada perangkat lunak SIG, yang dikenal sebagai pemodelan spatial.


4.5. Penyajian Hasil Implementasi/Analisis/Pemodelan

SIG menyediakan banyak pilihan untuk membuat peta dan laporan setuai keinginan pengguna. Tergantung dari sifatnya, hasil analisis dapat disajikan dalam bentuk peta, laporan atau keduanya. Peta dapat mempresentasikan hubungan geografis dan areal baru hasil analisis, sedangkan laporan dapat digunakan sebagai ringkasan dari data tabular. Selain itu laporan dapat mendokumentasikan nilai-nilai yang dihitung pada proses analisis.

Produk akhir seyogyanya berhubungan langsung dengan tujuan dibangunnya SIG dan sasaran pengguna. Biatanya hal ini telah direncanakan sebelumnya. Keahlian dalam mengemas dan menyajikan hasil analisis yang mudah dimengerti, misalnya dalam bentuk peta atau laporan, merupakan kunci pada tahap ini dan berpengaruh terhadap analisis dalam proses pengambilan kepututan.





2 komentar:

  1. terimakasih atas informasi yang telah diberikan, tulisan tersebut sangat membantu saya untuk memahami seputar aplikasi GIS. pembahasannya sangat lengkap serta tampilan gambar sangat menarik..
    kunjungi web saya juga yaa http://diahnurtris.blogspot.com/
    dan web kampus saya www.gunadarma.ac.id
    terimakasih..

    BalasHapus