1. Definisi Sistem Informasi Geografi
Istilah
Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan terjemahan bebas dari Geographic Informasion System (GIS) yang diartikan sebagai suatu sistem pengolahan data berbatis komputer yang mempunyai kemampuan untuk
mengelola, menganalisis, pemodelan
dan menyajikan data spatial dan a-spatial (tabular/tekstual), yang mengacu pada lokasi di muka bumi (georeferenced data). Proses pengolahan dilakukan dengan menerapkan kaidah-kaidah relational database yang mampu memadukan data geografis (elemen
peta) dan informasi terkait secara simultan.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pada dasarnya SIG terdiri atas perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) yang dapat dimanfaatkan untuk (Aronof, 1989):
·
menyimpan dan mengelola data geografis dengan efisien,
· mengolah dan menyajikan data geografis,
dan
· dapat dengan efektif melakukan penelusuran
databate geografis untuk keperluan
analisis ataupun tampilan.
Dengan
demikian, SIG tidak hanya berfungsi untuk memindahkan/ mentransformasikan peta konvensional (analog) ke bentuk digital (digital map), tetapi lebih jauh lagi sistem ini mampu
untuk mengolah dan menganalisis data yang mengacu pada lokasi geografis menjadi
informasi berharga. Oleh karena
itu, SIG dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan dalam menganalisis data spatial secara terpadu (multiple data), baik untuk perencanaan maupun
untuk pengambilan kepututan.
1.2 Database SIG
Sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya, bahwa suatu SIG memiliki dua jenis databate, yaitu: database grafis
dan database teks. Database grafis pada dasarnya
berupa lokasi, bentuk dan dimensi spatial
dari elemen peta (objek yang terdapat pada peta) yang pada umumnya terdiri atas tiga macam elemen, yaitu:
· Titik; seperti lokasi kota, lokasi pemboran atau fenomena
lainnya,
· Garis; seperti jalan, sungai, patahan, dll,
·
Poligon; seperti
batas wilayah pertambangan, batas litologi, dll.
Gambar 1.1. Pembentukan dan Pemakaian Database SIG
Setiap
elemen peta (objek) dihubungkan (link) dengan database teks, yang merekam informasi atau atribut dari setiap elemen peta, melalui suatu
kunci (key atau index) yang unik untuk memudahkan penelusurannya (Gambar
2.2). Dalam implementasinya, database ini disusun ke dalam format berbentuk tabel. Setiap baris dalam tabel tersebut merupakan atribut dari masing-masing
elemen peta. Melalui fasilitas RDBMS (relational database management system) yang balk, tabel tersebut dapat pula dihubungkan dengan tabel-tabel atau database lainnya yang berisi informasi lebih
rinci dari masing-masing elemen peta.
Untuk
kemudahan proses, data yang direkam ke dalam SIG biasanya diatur atas beberapa layer. Setiap layer berisi data sejenis, baik menurut tipe objek atau kelompok tema, yang diregistrasi dengan menggunakan sistem
koordinat yang sama (Gambar 2.3). Disamping
itu penyusunan data peta ke dalam layer-layer dimaksudkan untuk:
-
Menyederhanakan
pengorganisatian data spatial,
-
Meminimalkan
jumlah atribut untuk setiap layer, karena hanya terdiri atas satu
tipe objek atau satu tema, dan
-
Memudahkan dalam
peremajaan dan pemeliharaan data spatial.
Gambar 1.2. Sistematika Pembentukan Database SIG
Pada
prinsipnya data spatial memiliki empat kelompok informasi yang mendiskripsi kenampakan geografis suatu objek (Garner, 1991), yaitu:
1.
Posisi geografis; menyatakan
posisi suatu objek di muka bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat lintang/bujur atau sistem UTM.
2.
Atribut; menjelaskan
informasi apa yang terdapat pada objek tersebut, teperti: litologi, jenis soil, peruntukan lahan dan sebagainya. Atribut ini tering memiliki informasi
tambahan, misalnya: litologi, informasi tambahannya antara lain berupa jenis litologi, lingkungan pengendapan dan umur.
3.
Hubungan spasial; menyatakan hubungan antara suatu objek dengan objek lainnya. Contoh sederhana dari hubungan spatial adalah jarak antara lokasi penambangan dengan lokasi-lokasi pemasaran. Saat
ini, kelompok informasi ini hampir
tidak pernah direkam lagi (kecuali yang bertifat khusus), karena paket program SIG umumnya telah menyediakan fungsi-fungsi
analisis spatial.
4.
Waktu; merupakan
kelompok informasi yang perlu mendapat perhatian, terutama dalam pengelolaan data yang sangat dipengaruhi oleh
waktu. Sebagai contoh dalam
pengelolaan data kegiatan penambangan, mulut tambang akan berubah dari waktu ke waktu, atau dalam pemantauan lingkungan.
1.3 Solusi yang Dijanjikan oleh SIG
Berdasarkan
informasi spatial yang direkam, sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, maka toluti yang dapat diteletaikan
dengan menggunakan teknologi SIG antara
lain adalah:
1. Lokasi: - ada apa di lokasi tertentu ? (What is at ...2)
Mencari
apa yang terdapat pada lokasi tertentu. Lokasi dapat dijelaskan dengan menggunakan banyak cara, antara lain menggunakan:
nama wilayah atau koordinat geografi
(lintang/bujur atau UTM).
2. Kondisi: - di
mana lokasi suatu (Where is it ?)
Pertanyaan ini dapat diajukan melalui SIG jika
pengguna akan mencari lokasi suatu objek
dengan kriteria tertentu. Untuk menjawab pertanyaan ini, pengguna sudah mulai memanfaatkan fungsi-fungsi analisis spatial
yang tersedia di dalam SIG. Sebagai
contoh adalah mencari lokasi batu yang mempunyai cadangan minimal 1000 m3, tidak berada pada kawasan hutan lindung dan berjarak
maktimal 1 km dari jalan raya.
3.
Trend: - apa
yang telah berubah tejak (What has changed since ...?)
Pertanyaan ini
melibatkan dua pertanyaan sebelumnya (lokasi dan kondisi) dan dilakukan
jika akan mengetahui perubahan yang terjadi pada suatu lokasi menurut selang waktu
tertentu.
4.
Pola: - apakah
ada hubungan spatial tertentu .... (What spatial
pattern exist ?) Pertanyaan ini lebih komplek dari
pertanyaan-pertanyaan sebelumnya. Biatanya digunakan
untuk melihat apakah ada pola-pola tertentu mengenai keberadaan atau penyimpangan
(anomali) suatu tubjek. Sebagai iluttrati, dalam ektplorati geologi, ring structure seringkali digunakan sebagai indikati awal keberadaan cebakan emat epitermal. Dalam hal ini ring structure merupakan pola,
tedangkan cebakan emat epitermal adalah subjeknya.
5.
Pemodelan: - bagaimana
jika ........ ? (What if ......... ?)
Data spatial yang telah disimpan dalam SIG
dapat diolah atau dianalisis dengan menggunakan berbagai fungsi
yang tersedia di dalam paket program SIG (aritmatik, matematik atau boolean), sehingga pengguna dapat memperoleh informasi baru. Metoda pemodelan yang umum dilakukan adalah metoda
tumpang susun (overlay method) terhadap beberapa peta tematik berdasarkan konseptual
model bidang keilmuan tertentu.
1.4. Manfaat Lain
Penerapan SIG
Sebagaimana halnya dengan
aplikasi komputer pada umumnya, perekaman data spatial dalam
bentuk digital yang seragam (mempunyai referensi geografis yang baku) dengan
menggunakan SIG memberikan manfaat lain atau berbagai kemudahan kepada
pengguna. Kemudahan-kemudahan tersebut antara
lain dalam hal: variasi, efisiensi dan peremajaan
peta.
1.4.1 Variasi
Penyimpanan
data secara digital memungkinkan untuk menyajikan peta dalam bebagai bentuk (warna, jenis garis dan huruf) dan ukuran
(tkala). Di samping itu, reproduksi peta
untuk tema dan skala yang berbeda dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat.
1.4.2. Efisiensi
Data
spatial yang telah direkam ke dalam SIG dapat digunakan oleh para pengguna dari berbagai disiplin yang berbeda dan untuk
keperluan yang berbeda, sehingga biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk membangun database spatial dapat ditekan seefisien mungkin.
1.4.3. Peremajaan Peta
Dibanding
cara manual, waktu yang diperlukan untuk meremajakan atau memperbarui peta dapat dipersingkat. Berkat data
digital peremajaan peta tidak perlu dilakukan secara menyeluruh, hanya
pada bagian-bagian yang mengalami perubahan tajam yang diremajakan atau dimodifikasi. Hal ini memungkinkan untuk mempertahankan isi
peta dalam keadaan mutakhir (up-to-date)
secara cepat dan akurat.
1.5. Komponen SIG
Secara
umum, suatu SIG terdiri atas tiga komponen utama, yaitu: perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan pertonel (brainware), yang satu sama lainnya saling berinteraksi (Gambar 1.5).
Gambar 1.5 Komponen Sig
1.5.1. Perangkat
Keras (Hardware) SIG
Konfigurati perangkat keras
yang diperlukan untuk aplikasi SIG sedikit berbeda dengan aplikasi komputer pada umumnya. Hal ini dapat dimengerti karena aplikasi SIG menangani data yang berbeda bentuknya dari aplikasi
umum, baik bentuk data masukan (input)
maupun keluarannya (output). Di samping
itu, ketelitian perangkat keras yang digunakan akan berpengaruh kepada
produk akhir.
Secara
umum perangkat keras SIG terdiri atas empat unit utama, yaitu:
·
Komputer: CPU (central
processing unit) dan memory;
·
Media penyimpanan data: hard disk, diskette drive dan CD-ROM;
·
Media perekaman
data: keyboard, mouse, digitizer dan
scanner,
·
Media penampilan
data: VDU
(visual display unit), printer dan plotter.
Untuk mendapatkan gambar
yang halus dibutuhkan perangkat komputer grafik yang beresolusi tinggi.
1.5.2. Perangkat Lunak
(Software) SIG
Perangkat lunak SIG umumnya terdiri
atas empat modul utama. Modul-modul tersebut merupakan subsistem yang terintegrasi di dalam suatu
paket program SIG (Gambar 2.6), dan
berfungsi untuk:
·
Data input dan verifikasi,
·
Penyimpanan dan database management,
·
Data output dan presentasi, dan
·
Transformasi dan manipulasi data.
1.5.3. Personel (Brainware) SIG
Untuk
menangani perangkat lunak yang canggih dan perangkat keras yang khusus, diperlukan komponen ketiga yang tidak kalah
pentingnya, yaitu pertonel (brainware)
yang terlatih sebagai pengelola SIG.
Di tamping itu, pertonel tersebut akan bertindak sebagai tuperviti dalam
menyeletaikan problem yang dapat/akan diteletaikan dengan menggunakan SIG. Hal ini berarti personel SIG harus terampil dalam menangani matalah teknit
SIG, mempunyai pengetahuan yang memadai dalam menyeletaikan matalah yang berhubungan dengan analisis spatial
dan pemodelan, serta memahami penggunaan
fungsi-fungsi analisis SIG.
Agar
suatu SIG dapat beroperasi secara efektif, maka perlu ditangani secara profetional melalui suatu organitasi/unit khusus, sebagaimana
layaknya organisasi pada pusat
pengolahan data (data centre).
******
2. MODEL DATA SPASIAL
Pada kenyataannya, bumi (real world) mempunyai bentuk yang sangat kompleks untuk digambarkan. Oleh karena itu, para ahli geografi mengembangkan
berbagai model data spasial
agar kita dapat membayangkan dan
memahami bentuk bumi, yang merupakan abstraksi
atau penyederhanaan dari bentuk
atlinya. Sebagai contoh, bola dunia (globe)
atau peta dunia merupakan model data spatial
dari bumi, yang menggambarkan bentuk dan situasi roman muka bumi secara umum. Dengan demikian, model data spatial merupakan
repretentati dari keadaan dunia nyata secara geografis. Tingkat ketelitian dari abttrakti atau penyederhanaan tersebut
dinyatakan dalam tkala, yang ditetuaikan dengan tingkat kebutuhannya.
Makin besar tkala yang digunakan, makin teliti data yang direkam.
Peuquet
(1984) membagi 3 tahapan dalam pembentukan data spatial (Gambar 3.1), yaitu:
·
Realita,
·
Model data, dan
·
Struktur data.
Realita merupakan keadaan sebenarnya
dari dunia nyata atau bumi, termasuk seluruh aspek yang
terkandung di dalamnya, baik yang dapat dilihat maupun yang tidak dapat dilihat.
Model data merupakan abttrakti atau
penyederhanaan dari keadaan sebenarnya yang dapat dibayangkan oleh manutia. Dalam SIG, model data merupakan iluttrati kenampakan geografis dari suatu obyek. Pada
beberapa literatur model data dsebut juga
conceptual model.
Struktur
data dsebut juga logical model, merupakan teknik
perekaman data spatial ke dalam media
komputer, agar penyimpanan data menjadi efisien serta memudahkan dalam
pemrotetannya.
Dari keterangan di atas
dapat dilihat adanya perbedaan mengenai pengertian dari ketiga terminologi tersebut.
Untuk lebih memahami berbagai fungsi dan
kemampuan yang tertedia di dalam suatu SIG
pada bab ini akan dibahas mengenai berbagai model data spatial termasuk keunggulan dan kelemahan dari setiap data model. Dan pemahaman ini diharapkan para pengguna SIG dapat menentukan kapan menggunakan suatu
model data spatial tertentu.
Pada SIG, repretentati
dari dunia nyata atau lebih dikenal dengan tebutan model data spasial dilakukan dengan dua cars
(Aronoff, 1984), yaitu:
Pada
model data vektor, objek ditajikan sebagai: titik, tegmen-tegmen garis atau poligon. Sedangkan pada model data raster temua
objek ditajikan dalam bentuk telsel
matrikt yang dsebut pixels.
Sebagai iluttrati, perbedaan dari
kedua model data spatial ini dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
Gambar 2.2. Model Data Spasial (Aronoff, 1989)
Model Data Vektor
Model data vektor merupakan cara yang umum dilakukan dalam menyajikan
data spatial. Pada model data ini, kenampakan
geografis atau objek-objek yang dapat dipetakan ditajikan dengan tiga cara, yaitu: titik, garis clan poligon. Cara ini tama dengan cara yang telah dilakukan
oleh para ahli geodeti atau turveyor tejak berabadabad lamanya dalam pembuatan peta secara manual.
Potisi setiap objek dinyatakan dalam sistem koordinat geografis, balk
menggunakan sistem bujur/lintang atau sistem Universal Transver Mercator (UTM). Suatu
titik dinyatakan dalam koordinat tunggal
(x,y), garis dinyatakan dalam
rangkaian (string) koordinat
(x1,yi; x2,y2 xn,yn) dan poligon dinyatakan dalam rangkaian
koordinat tertutup (closed string) yang menggambarkan batas atau areal suatu objek (Gambar 3.3).
Dilihat dari cara pengabttraktiannya, model data vektor sangat tetuai
digunakan pada aplikasi
yang membutuhkan ketelitian, teperti: sistem kadattral, batas daerah adminittrati, batas wilayah
pertambangan, dll.
Berbagai jenis ttruktur data telah dikembangkan untuk merekam model
data vektor,
teperti: Arc-Node,
Dual Independent Map Encoding (DIME) dan Digital
Line Graph
(DLG). Di tamping
itu, hampir setiap vendor
mengembangkan ttruktur data
untuk merekam model data vektor secara
tendiri-tendiri. Tujuannya adalah agar data yang direkam menjadi teefisien mungkin, balk dalam proses maupun
dalam penyimpanannya. Namun demikian,
untuk memudahkan para pengguna dan agar suatu data dapat digunakan pada berbagai perangkat lunak SIG, maka pada
umumnya setiap perangkat lunak SIG
menyediakan fatilitat untuk mengektpor data dalam ttruktur data yang telah ditepakati bertama, yaitu
DXF (digital exchange format).
Gambar 2.3. Model Data Vektor (Aronoff, 1989)
2.1. Model Data Raster
Pada model data raster, fenomena alam atau objek yang dapat dipetakan
ditajikan dalam bentuk array atau matrikt dengan jalan
membagi suatu daerah ke dalam gridgrid tet yang teratur. Umumnya dalam bentuk pertegi empat tama titi. Posisi
setiap objek dinyatakan secara kolom
dan barit, tedangkan posisi geografisnya ditentukan berdatarkan ukuran grid tel dan posisi relatif dari batas
peta (biatanya koordinat pojok kiri
bawah peta atau pojok kiri atas peta), sehingga setiap tet memiliki koordinat geografis.
Pada model data raster, titik digambarkan pada satu tet, tedangkan garis
dan poligon digambarkan dengan cara
menghubungkan tet-tet yang sating berdekatan tetuai dengan arah, bentuk dan luatnya. Ketelitian informasi spatial yang direkam pada model data raster sangat tergantung pada dimenti
atau ukuran dari grid tet. Semakin kecit
ukuran grid set, akan semakin ttnggi keteUtiannya. Demiktan puta sebattknya, temakin besar ukuran grid tet, temakin berkurang
ketelitiannya.
Setiap
set memitiki informasi atribut dalam bentuk angka yang melambangkan jenis atau tipe objek yang menempatinya (Gambar 3.4). Pada aplikasi tertentu angka-angka tersebut
merefteksikan tingkatan (ranking) kemampuan dari suatu objek.
Gambar 2.4. Model Data Raster
(Aronoff, 1989)
Secara
teknik, perekaman model data raster sangat mudah dilakukan oleh komputer, karena kontepnya tama dengan kontep arrays pada bahata pemprograman, teperti FORTRAN atau BASIC.
Oleh karena itu, berbagai metoda analisis
dan permodelan spatial dikembangkan dengan model
data raster.
Dalam
perekaman datanya, model data raster memerlukan tempat (space) yang besar, sehingga untuk penanggulangannya telah dikembangkan
berbagai teknik data
compression, teperti:
run-length encoding, quadtrees, dll.
Contoh
berikut merupakan susunan data raster:
Row l 1111222233
Row 2 3333777700
Row 3 0044444444
Row 4 4555533333
Dengan menggunakan teknik run
length encoding data compression, maka susunan datanya menjadi teperti
berikut:
Row l 414223
Row 2 434720
Row 3 2084
Row 4 144553
Dari contoh
di atas dapat dilihat
bahwa metoda run
length encoding membutuhkan tempat lebih kecil (22
data) dibandingkan data raster (40 data), sehingga akan menghemat
tempat dalam perekamannya, yaitu ± 45 %.
Gambar 3.5.
Struktur Data Quadtree
2.2 Keunggulan dan
Kelemahan Model Data Vektor dan Raster
Sebagaimana telah
dijelatkan sebelumnya, kedua model data spatial (vektor dan raster)
mating-mating mempunyai keunggulan dan kelemahan. Pemilihan kedua model
data spatial tersebut dipengaruhi oleh aplikasi yang akan diterapkan oleh pengguna.
Namun demikian, dengan temakin meningkatnya perkembangan teknologi komputer
yang sangat petat, maka matalah kapasitat penyimpanan data dan kecepatan
proses tidak menjadi kendala yang berarti.
Sebagai pedoman, Burrough
(1986) memberikan rekomendati dalam pemilihan data model,
teperti berikut:
- Gunakan model data vektor untuk merekam data spatial yang memerlukan ketelitian yang tinggi, teperti: peta datar, peta pemilikan tanah, peruntukan lahan, dll.
- Gunakan model data vektor jika akan melakukan analisis jaringan (network analyses), teperti: jaringan trantportati, jaringan telepon, dll.
- Gunakan model data vektor untuk digital terrain models.
- Gunakan model data raster jika akan melakukan overlay peta, kombinati peta dan analisis spatial.
- Gunakan model data raster jika akan melakukan timulati dan pemodelan spatial.
Secara
umum keunggulan dan kelemahan kedua data model tersebut dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Keunggulan dan
Kelemahan Model Data Vektor dan Raster (Aronoff,
1989)
Keunggulan
|
Kelemahan
|
||
Vektor
|
Raster
|
Vektor
|
Raster
|
- Mempunyai
struktur data yang kompak dan efisien.
- Penanganan data topologi
sangat efisien, sehingga memudahkan untuk network
analysis.
- Cocok digunakan pada aplikasi
yang memerlukan ketelitian
|
- Mempunyai struktur data yang
sederhana
- Mudah dalam melakukan
tumpang-tindih (overlay) serta analisis dan permodelan spasial
- Cocok digunakan untuk merekam
data yang mempunyai perubahan yang tinggi, seperti data citra, dll.
- Mudah
dalam manipulasi dan enhancement data
citra.
|
-
Mempunyai struktur data yang sangat kompleks
- Manipulasi
tumpang tindih (overlay) sukar dilakukan.
- Tidak
cocok untuk menyajikan data yang mempunyai perubahan yang tinggi
- Tidak
bisa melakukan manipulasi dan enhancement data citra.
|
- Struktur datanya tidak
kompak.
- Hubungan topologi sukar
disajikan.
- Estetika
keluaran kurang baik (berupa kotak-kotak).
|
Suatu
SIG memerlukan data matukan agar dapat berfungsi dan memberikan informasi bagi penggunanya, baik berupa data datar (hasil
pengamatan) atau hasil analisis dan pemodelan
tpasial. Secara umum data matukan SIG dapat beratal dari tiga sumber, yaitu: lapangan, peta dan citra penginderaan jauh.
·
Data lapangan, beratal dari hasil pengukuran atau pengamatan secara langtung di lapangan, teperti: curah hujan, kualitat air,
putat dan kekuatan gempa, geofitika,
geokimia, dan sebagainya.
·
Data peta, berupa informasi yang telah direkam baik pada
kertas atau film, dikonversikan ke dalam bentuk digital dengan menggunakan digitizer atau scanner.
·
Data citra penginderaan jauh, merupakan data yang beratal
dari foto udara, radar atau
satelit. Data tersebut sebelum dimasukkan ke
dalam SIG memerlukan interpretasi
terlebih dahulu. Interpretasi dapat dilakukan secara
manual atau dengan menggunakan perangkat lunak yang
dirancang khusus, disebut image processing.
Ketiga
data tersebut saling mendukung antara satu dengan lainnya, terutama pada analisis dan pemodelan spatial. Data lapangan dapat
digunakan untuk membuat peta fisis
atau tebaran spatial dengan jalan menginterpolasikan data titik-titik tersebut
ke sistem grid atau model raster, sebagaimana
yang umum dilakukan dalam pengolahan data geokimia atau geofitika. Sedangkan data penginderaan jauh memerlukan
data lapangan untuk Iebih memattikan hasil
interpretasi yang telah dilakukan terhadap data tersebut. Jadi, ketiga sumber data ini saling melengkapi
dan mendukung, sehingga tidak
boleh ada yang diabaikan.
******
3. PERANGKAT LUNAK SIG
Dewata ini telah banyak software
house mengembangkan perangkat lunak SIG,
baik yang menggunakan model data
vektor maupun raster. Sebagai informasi, pada Tabel 5.1 berikut ini akan diberikan beberapa perangkat lunak untuk kedua
model data tersebut.
SIG VEKTOR
|
SIG RASTER
|
•
MapInfo
•
Arc/Info
•
ILWIS
•
WinGIS / WinMAP
•
dll
|
• Map Analysis Package
• IDRISI
• SPANS
• ERDAS
• dll
|
Tabel 3.1. Perangkat Lunak SIG
Pada mulanya beberapa
perangkat lunak dikembangkan dengan menggunakan model data vektor. Dewasa ini perangkat lunak tersebut juga mempunyai
fasilitas untuk menangani model data raster. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kemampuannya, terutama
dalam analisis dan permodelan spatial. Sebagai contoh: Arc/Info yang semula berbatis model data vektor taat ini mempunyai modul
yang dsebut GRID (berbatis model data
raster), yang khusus dikembangkan untuk analisis dan pemodelan spatial.
Untuk itu, Arc/Info menyediakan fatilitat untuk mengkonverti data dari model vektor ke model raster (vector
to raster conversion). Hal yang tama juga
dilakukan oleh perangkat lunak ILWIS.
Sejak
itu secara tidak langtung matyarakat SIG mengakui, bahwa model data raster memang tetuai digunakan untuk analisis dan pemodelan spatial.
******
4. PENGEMBANGAN APLIKASI SIG
Penerapan
SIG secara operational pada dasarnya tama dengan penerapan teknologi sistem informasi pada umumnya. Perbedaannya terletak pada jenis data dan cara perekaman datanya (peta digital).
Sebagaimana halnya
dengan pengembangan suatu sistem informasi, pengembangan aplikasi berbatit SIG juga melalui tahapan-tahapan
agar sistem yang dikembangkan tetuai
dengan harapan. Setiap tahap dilaktanakan berdatarkan tahapan sebelumnya.
Secara umum pengembangan aplikasi berbatit SIG dapat dibagi menjadi lima tahapan,
yaitu:
·
Perancangan SIG,
·
Pembangunan SIG,
·
Pembentukan Sistem
Operational,
·
Implementati/Analisis/Pemodelan,
·
Penyajian hasil
Implementati/Analisis/Pemodelan.
******
4.1. Perancangan SIG
Perancangan SIG
merupakan suatu ttudi yang menyeluruh untuk menentukan jenis aplikasi,
teknik pendataan, sistem pengolahan dan sistem pelaporan yang
akan diterapkan. Studi juga mencakup pemilihan perangkat keras
dan perangkat lunak yang akan digunakan. Lancar atau tidaknya pelaktanaan
pengembangan suatu aplikasi SIG sangat dipengaruhi oleh
kualitat perencanaan ini.
Pada tahap ini, hal
terpenting yang perlu dilakukan adalah menentukan tujuan pengembangan
aplikasi SIG. Dalam penentuan
tujuan tersebut, beberapa hal penting
yang perlu diperhatikan adalah:
-
Problem apa yang akan diteletaikan ? Bagaimana
penyeletaiannya Apakah bita diteletaikan
dengan menggunakan SIG.
-
Bagaimana keluaran (output) yang diinginkan, apakah untuk
: laporan, peta kerja
atau peta untuk presentasi ?
-
Siapakah tataran pengguna keluaran tersebut : pelaktana
teknit, peneliti, perencana,
pembuat kepututan atau matyarakat umum.
-
Apakah data akan digunakan untuk aplikasi lainnya ? Jika
ada apa kebutuhan tpetifik yang diperlukan ?
Sebagai
ilustrati, berikut merupakan
contoh penentuan suatu tujuan berdasarkan problem yang dihadapi:
Problem : "Dimana tebaiknya ektplorati suatu bahan galian
dilakukan ?"
Tujuan : Membuat peta yang dapat menggambarkan daerah-daerah potential.
Problem : "Identifikasi wilayah penambangan".
Tujuan : Menghasilkan informasi wilayah yang matih dapat diajukan
izin pengelolaannya.
Berdatarkan
informasi yang diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan di atas, maka sistem analit atau ahli SIG dapat merancang SIG yang
bagaimana yang akan dibangun. Di tamping itu, informasi tersebut
juga merupakan datar dalam pemilihan perangkat keras dan perangkat lunak yang akan digunakan.
4.1.1. Pemilihan
Peta Dasar
Pemilihan
peta datar sangat menentukan, terutama bila akan membangun SIG yang membutuhkan data dari berbagai tumber atau teksor. Pada tahapan ini yang perlu diperhatikan adalah pemilihan tkala peta dan sistem
proyekti yang akan digunakan. Hal
ini dimaktudkan untuk menjaga kontittenti dan ketelitian data yang akan
direkam. Di tamping itu, keteragaman peta
datar akan memudahkan verifikati lokasi dan dimenti spatial dari data.
4.1.2. Merancang Database SIG
Pada
tahapan ini yang dilakukan adalah menentukan materi/iti database, baik untuk data spatial (elemen peta) maupun data a-spatial (atribut setiap elemen
peta), yang akan direkam. Untuk itu,
perlu pemahaman tentang: layer data (tema-tema) apa yang diperlukan, objek apa yang terdapat pada setiap
layer, atribut apa yang diperlukan untuk
setiap objek, dan bagaimana atribut tersebut direkam (kodefikati atau tidak)
dan diorganitasi.
Dalam menentukan materi database disarankan untuk berkontultasi
dengan pengguna atau pakar dibidang aplikasi
yang dikembangkan untuk memastikan semua informasi yang dibutuhkan telah tercakup. Hal ini dikarenakan kelengkapan dan ketelitian data yang direkam akan mempengaruhi kualitas analisis dan
produk akhir yang akan dihasilkan. Disamping
itu, database yang dirancang secara baik dapat digunakan untuk keperluan yang akan datang.
Walaupun
demikian, data yang tersedia (peta analog atau data digital) sangat berperan
dalam perancangan. Oleh karenanya sebaiknya
dilakukan penelitian pendahuluan terhadap data yang tersedia.
Kegiatan yang dilakukan dalam menentukan materi database SIG adalah:
• Mengidentifikasi objek geografi dan atributnya,
· Mengorganitasi layer data,
·
Menentukan atribut,
·
Kodefikati atribut,
· Mengalokasikan panjang atribut, dan
· Membuat Kamus data.
a. Mengidentifikasi
objek geografi dan atributnya
Kegiatan
pertama dalam menentukan iti databate adalah mengidentifikasi objek geografi yang diperlukan dan atribut yang berkaitan
dengan setiap objek. Biatanya hal ini
ditentukan secara langtung oleh analisis yang akan dilakukan (parameter apa
taja yang dibutuhkan untuk analisis)
dan/atau produk peta yang akan dibuat. Kemungkinan terdapat beberapa atribut yang diperlukan untuk setiap
objek, berdasarkan kriteria analisis
dan/atau peta yang akan dihasilkan.
b. Mengorganisasi
Layer Data
Jika objek yang
diperlukan dan atributnya telah diidentifikasi, kegiatan selanjutnya adalah mengelola objek geografi tersebut ke dalam
layer data. Umumnya ada dua cara pengorganisasian
layer data,
yaitu:
u Menurut tipe objek; objek geografi dikelompokkan dengan jalan memisahkan objek: titik, garis dan poligon ke dalam layer yang berlainan/terpisah. Sebagai contoh lokasi pemboran yang diwakili oleh titik disimpan pada satu layer. Sedangkan jalan yang diwakili oleh garis,
disimpan pada layer lainnya.
Demikian pula dengan poligon.
o Menurut kelompok tema; objek geografi diorganisasi
secara tematit, yaitu
memitahkan objek menurut temanya.
Sebagai contoh tungai disimpan pada satu layer, tedangkan
jalan pada layer lainnya. Walaupun keduanya merupakan objek garis.
c. Menentukan atribut
Jika atribut yang diperlukan untuk
tiap layer telah ditentukan, maka
kegiatan selanjutnya adalah
menentukan parameter tpetifik untuk setiap atribut dan tipe data yang disimpan. Pada kegiatan ini akan ditentukan
atribut mana yang disimpan sebagai bilangan
(numerik) dan atribut mana yang disimpan sebagai karakter. Penentuan atribut pada tahap awal akan memudahkan tugas
pelaksana dalam membangun database
SIG.
d. Kodefikasi
atribut
Dalam beberapa
hal, atribut yang dinyatakan dengan karakter akan lebih baik diwakili dalam bentuk kode. Misalnya, jika atribut
menggambarkan kelas, akan lebih mudah dan lebih efisien menyimpan kode kelas dari pada detkripti kelas. Sebagai
contoh ttring karakter "tawah tadah
hujan" dapat disimpan sebagai kode karakter (mitalnya STH) atau kode numerik (mitalnya 100). Hal ini akan
mengurangi ketalahan dalam pengetikan
iti atribut, yang akan menimbulkan matalah dalam penyeleksiannya.
Nilai numerik
yang mewakili selang akan lebih mudah pengelolaannya jika direkam dalam bentuk kode, terutama dalam penelusurannya.
Sebagai contoh areal yang mewakili
kelas kemiringan: 0-8%, 9-15%, 16-25%, 26-45% dan di atas 45% dapat dengan mudah ditelusuri apabila dinyatakan dalam
bentuk kode 1, 2, 3, 4 dan 5 secara berurutan.
Di samping itu,
atribut yang mempunyai nilai berulang akan lebih balk jika diwakili oleh kode, untuk mengurangi ukuran database.
e. Mengalokasikan
panjang atribut
Selain
menentukan bagaimana setiap atribut disimpan, juga harut ditentukan jumlah penyimpanan/panjang yang diperlukan untuk setiap
atribut. Sebagai contoh berapa banyak karakter yang diperlukan untuk merekam
nama jalan. Dalam hal ini biatanya diambil
dari nama jalan yang terpanjang.
Pada atribut atau item numerik,
tentukan jumlah digit dan jumlah desimal (untuk bilangan desimal) yang diperlukan. Penentuan jumlah digit ini tebaiknya
di atas nilai data yang terbesar.
Mengalokasikan
panjang atribut akan terasa pengaruhnya jika merekam data dalam jumlah yang banyak. Semakin sedikit space yang diperlukan untuk tiap atribut,
semakin kecil volume file yang dihasilkan,
sehingga waktu yang dibutuhkan untuk memproses data tersebut akan lebih cepat.
f. Membuat kamus data
Kamus data
adalah daftar atau tabel yang memuat nama dan detkripti setiap atribut,
termatuk detkripti kode-kode dari setiap atribut (jika perlu). Pembuatan Kamus data
untuk suatu database merupakan hal yang berharga dalam membangun suatu tittenl. Di tamping untuk dokumentati, Kamus data dapat
digunakan sebagai referensi jika akan
mentrantfer data ke database atau
sistem yang lain. Berikut
ini adalah contoh Kamus data
dalam bentuk tabel.
Kamus Data Sudut Lereng
Objek
|
Atribut
|
Kelas
|
Deskripsi
|
Sudut Lereng
|
Lereng
|
1
|
0 - 8 %
(datar)
|
2
|
9-15% (miring)
|
||
3
|
16-25% (agak terjal)
|
||
4
|
26-45% (terjal)
|
||
5
|
> 45 % (sangat terjal)
|
4.2. Pembangunan
SIG
Pada prinsipnya tahap
Pembangunan SIG adalah tahap pembangunan database SIG,
berupa database spatial
dan database
a-spatial. Tahap ini merupakan tahap yang menentukan
bagi keberhasilan pengembangan SIG dan merupakan tahap yang paling banyak
menyita tenaga, waktu, dan biaya. Pekerjaan yang dilakukan pada tahap ini adalah
mengkonverti objek-objek yang terdapat pada peta analog menjadi peta digital, ke
dalam format yang tetuai dengan perangkat lunak SIG yang telah ditentukan atau yang
akan digunakan.
Secara umum kegiatan
yang dilakukan pada pembangunan database SIG adalah sebagai
berikut:
· Memasukkan (inputing) data
spasial ke dalam database spasial; kegiatan
ini meliputi digitati/scan elemen-elemen peta atau mengkonversi
data digital dari sistem lain. Ketelitian pematukan data
sangat dituntut agar tidak terjadi talah lokasi dari objek yang
direkam.
· Mendayagunakan data spasial; kegiatan
ini meliputi memeriksa dan memperbaiki kesalahan digitati,
dilanjutkan dengan membentuk topologi.
· Memasukkan (inputing) data
atribut ke dalam database a-spasial;
kegiatan ini meliputi mengetik (key in) data atribut setiap elemen peta ke dalam komputer
menurut format yang telah ditetapkan dan menghubungkan (link) data atribut dengan objek spatialnya.
Untuk menghindari kesalahan,
pada pelaksanaan digitati diusahakan tedapat mungkin menggunakan
peta yang terbaik dan terbaru. Hal ini dianjurkan karena tering terjadi perubahan
ukuran (penciutan) jika peta disimpan terlalu lama.
4.3. Pembentukan Sistem
Operasional
Pembentukan Sistem
Operational merupakan mekanisme atau
tatacara pengoperatian sistem yang dibangun. Hal-hal yang diatur dalam
sistem operational adalah sistem/teknik pendataan, pelaporan,
peremajaan dan keamanan data. Termatuk
di dalamnya Kamus data yang akan
memudahkan ttaf pelaktana dalam menangani data.
4.4. Implementasi/Analisis/Pemodelan
Tahap
ini merupakan tahap mulai muncul dan diterapkannya fungsi SIG yang sebenarnya. Pekerjaan analisis yang sebelumnya
merupakan pekerjaan yang menyita waktu atau sangat sulit jika dilakukan secara
manual, dapat dilakukan dengan efisien dengan menggunakan SIG. Analisis dapat dilakukan pada satu layer atau mengkombinasikan beberapa layer guna mendapatkan
hubungan data yang baru.
Pada
tahap ini, beberapa alternatif pengolahan data dapat diuji dengan
merubah parameter atau metoda analisisnya. Lebih jauh, SIG dapat digunakan untuk mengimplementasikan konseptual model
dari suatu bidang keilmuan dengan menerapkan fungsi-fungsi yang tersedia pada
perangkat lunak SIG, yang dikenal sebagai pemodelan spatial.
4.5. Penyajian
Hasil Implementasi/Analisis/Pemodelan
SIG
menyediakan banyak pilihan untuk membuat peta dan laporan setuai keinginan
pengguna. Tergantung dari sifatnya, hasil analisis dapat disajikan dalam bentuk
peta, laporan atau keduanya. Peta dapat mempresentasikan hubungan geografis dan
areal baru hasil analisis, sedangkan laporan dapat digunakan sebagai ringkasan
dari data tabular. Selain itu
laporan dapat mendokumentasikan nilai-nilai yang dihitung pada proses analisis.
Produk
akhir seyogyanya berhubungan langsung dengan tujuan dibangunnya SIG dan sasaran pengguna. Biatanya hal ini telah
direncanakan sebelumnya. Keahlian dalam mengemas dan menyajikan hasil analisis yang mudah dimengerti, misalnya
dalam bentuk peta atau laporan, merupakan
kunci pada tahap ini dan berpengaruh terhadap analisis dalam proses pengambilan kepututan.
thank info dan gambarnya kk
BalasHapusterimakasih atas informasi yang telah diberikan, tulisan tersebut sangat membantu saya untuk memahami seputar aplikasi GIS. pembahasannya sangat lengkap serta tampilan gambar sangat menarik..
BalasHapuskunjungi web saya juga yaa http://diahnurtris.blogspot.com/
dan web kampus saya www.gunadarma.ac.id
terimakasih..